Terlahir Miskin, Apakah Itu Takdir? Ini Penjelasannya
Baru-baru ini aku belajar bagaimana pemahaman tentang takdir di dalam Islam yang aku simak di podcast Raymond Chin dan Ust. Felix Siauw. Mungkin teman-teman sudah cukup familiar dengan dua tokoh anak muda yang kritis terhadap ketidakadilan (injustice) di negeri ini.
Mereka menyoroti tentang pemahaman masyarakat terhadap takdir. Bahwa selama ini banyak orang yang masih salah dalam memahami takdir. Pemahaman tentang takdir di masyarakat kita sering tertukar dengan pemahaman tentang sesuatu yang bisa diikhtiarkan (diusahakan).
Contohnya, ketika ada orang terlahir sebagai orang miskin, mereka bilang itu takdir. Ketika ada orang terlahir dengan kebodohan, mereka bilang itu takdir. Ketika ada orang sakit, mereka bilang tidak perlu ke dokter, biar Allah yang menyembuhkan. Itu hanya sebagian contoh masyarakat yang masih keliru dalam memahami takdir.
Lalu, seperti apa pemahaman tentang takdir yang diajarkan di dalam Islam? Ustadz Felix menjelaskan bahwa takdir adalah bagian daripada keimanan, karena tertera dalam rukun iman yang merupakan urutan ke enam. Pertama, sebagai orang Islam kita wajib mengimani takdir, karena takdir itu datang dari Allah. Lalu, kita juga perlu tahu bagaimana sebenarnya Islam mengajarkan kita untuk memahami takdir tersebut.
Aku masih ingat dulu waktu SD (Sekolah Dasar) di pelajaran Agama Islam diajarkan tentang macam-macam takdir. Takdir itu dibagi menjadi dua, yaitu takdir mubram dan takdir muallaq. Takdir mubram adalah takdir yang tidak bisa diubah. Sedangkan takdir muallaq adalah takdir yang bisa diubah dengan ikhtiar.
Di dalam kehidupan kita banyak sekali contoh-contoh dari kedua macam takdir tersebut. Seperti yang sudah disebutkan diawal soal orang yang terlahir miskin, terlahir dengan kebodohan dan sebagainya, itu termasuk dalam takdir yang bisa diikhtiarkan. Artinya orang yang terlahir miskin tidak akan selamanya miskin kalau dia mau keluar dari lingkaran kemiskinan tersebut. Tapi, kebanyakan orang (masyarakat) keliru dalam memahaminya. Mereka pikir kalau orang miskin tidak memiliki kesempatan untuk mengakses jalan yang mengantarkan mereka pada hidup berkecukupan (kaya).
Sama halnya dengan orang yang terlahir dengan kebodohan. Banyak orang berpikir bahwa orang bodoh tidak bisa mengakses jalan yang mengantarkan mereka pada pengetahuan. Padahal kebodohan itu terakumulasi dari kebiasaan orang-orang yang tidak mau belajar, tidak mau menggunakan akal (pikiran) mereka untuk mempelajari sesuatu. Mereka malah membiarkan diri mereka terjebak dalam penjara pikiran dan lingkaran kemiskinan tadi.
Nah, untuk takdir mubram yaitu takdir yang tidak bisa diubah ini menjadi ranahnya Allah. Hanya Allah yang punya hak mutlak atas takdir tersebut. Contohnya, orang yang terlahir dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, orang yang terlahir dengan kulit hitam, sawo matang, putih, orang yang terlahir di daerah atau negara A,B,C,D, dan sebagainya. Artinya kita tidak bisa memilih mau dilahirkan seperti apa dan dimana, karena itu kuasanya Allah. Allah yang punya hak untuk menentukan hal tersebut.
Dari penjelasan tadi kita bisa simpulkan bahwa takdir itu adalah bagian dari keimanan. Maka orang Islam wajib mengimani takdir. Namun, kita juga perlu tahu bagaimana memahami takdir yang terjadi di kehidupan kita.
Di dalam takdir ada ranah (wilayah) yang hanya Allah yang tahu dan tidak bisa dikompromikan. Namun, ada juga ranah yang bisa diusahakan dengan ikhtiar. Sesuatu yang bisa diikhtiarkan maka itulah yang bisa kita kendalikan dan kita hanya fokus kepada hal tersebut. Sementara sesuatu yang sudah mutlak itu hanya Allah yang bisa mengendalikannya.
Komentar
Posting Komentar